Dana BSPS sebesar Rp109,8 miliar dialokasikan untuk membantu warga kurang mampu membangun dan merenovasi rumah di Kabupaten Sumenep. Namun, pelaksanaan program ini mengandung berbagai penyimpangan serius yang merugikan masyarakat. (Foto/ Radar Kudus)
KOMUNALIS.COM, OPINI - Dana BSPS sebesar Rp109,8 miliar dialokasikan untuk membantu warga kurang mampu membangun dan merenovasi rumah di Kabupaten Sumenep. Namun, pelaksanaan program ini mengandung berbagai penyimpangan serius yang merugikan masyarakat. Bantuan kerap diberikan kepada penerima yang tidak tepat sasaran sehingga tujuan utama program menjadi kabur. Material bangunan yang disalurkan sering kali berkualitas buruk dan tidak sesuai jumlah yang dijanjikan. Selain itu, pembayaran upah tukang juga banyak yang tidak terpenuhi secara layak. Semua temuan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan potensi penyalahgunaan anggaran secara sistematis.
Alokasi dana sebesar itu untuk program BSPS saya kira sangat berarti bagi masyarakat miskin di Sumenep yang membutuhkan rumah layak huni. Namun, jika dana sebesar ini tidak dikelola dengan penuh transparansi dan akuntabilitas, maka bantuan yang diharapkan menjadi solusi justru berbalik menjadi sumber masalah baru. Kepercayaan publik terhadap program semacam ini bisa tergerus jika penyimpangan terus terjadi.
Mulai dari penerima yang tidak tepat sasaran, upah tukang yang tidak dibayarkan, harga material yang tidak sesuai kualitas, tidak adanya nota pembelian, slip penarikan kosong, pembayaran secara tunai oleh kepala desa, penerima fiktif, pembangunan rumah pribadi para pejabat desa, hingga pemotongan dana bantuan, menimbulkan ketidakadilan sosial dan menurunkan efektivitas program. Warga yang benar-benar membutuhkan bisa terabaikan akibat data yang dimanipulasi atau dipalsukan. Indikasi-indikasi penyimpangan ini bukan hanya soal administratif, tetapi berdampak buruk terhadap masyarakat.
Masalah kualitas material bangunan menjadi faktor penting yang mempengaruhi hasil renovasi rumah. Ketika bahan yang diterima tidak sesuai standar, rumah yang diperbaiki sulit untuk dikategorikan layak huni. Hal ini mengindikasikan adanya potensi kerjasama antara penyedia material dengan oknum yang mengatur program demi keuntungan pribadi.
Ketidaksesuaian pembayaran upah tukang semakin memperjelas adanya kebocoran anggaran. Tukang yang bekerja keras tanpa dibayar sesuai kesepakatan tidak hanya dirugikan secara ekonomi, tetapi juga membuat hasil pekerjaan menjadi tidak maksimal. Kondisi ini memperburuk kualitas renovasi rumah dan merusak reputasi program pemerintah.
Temuan-temuan tersebut memperlihatkan bahwa tanpa pengawasan ketat dan pelibatan masyarakat secara aktif, program bantuan seperti BSPS akan sangat rawan disalahgunakan. Pemerintah dan semua pihak terkait harus segera memperbaiki sistem pengelolaan dan monitoring agar dana bantuan tepat sasaran dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Penulis:
Melinda Kusuma
(Marlena)
Recommended Post
Kemenham Dorong Daerah Lebih Serius Tegakan HAM
Leave a Comment