Juni 03, 2025

Golongan Entah dan Kemenangannya

December 11, 2024
4Min Reads
84 Views

Bagaimana mempertahankan kekuasaan? Pertanyaan itu nampak begitu gelap dan sumir karena praktis tidak ada yang pasti apa dan bagaimana alat tunjuk kekuasaan direbut dan dipertahankan dengan instan. (Foto/Istimewa)

KOMUNALIS.COM, OPINI - Bagaimana mempertahankan kekuasaan? Pertanyaan berikut tidak ada kaitannya dengan Machiavelli ataupun pada filsuf Muhammad Iqbal yang sangat mengagumi orang-orang kuat berkuasa. Pertanyaan itu nampak begitu gelap dan sumir karena praktis tidak ada yang pasti apa dan bagaimana alat tunjuk kekuasaan direbut dan dipertahankan dengan instan.


Sekalipun kekuatan adalah prasyarat untuk mendapatkan kekuasaan, hal itu juga tidak cukup. Hitungan mayoritas dengan koalisi partai gemuk dengan sokongan elit politik sering patah tidak berbekas. Pamer kekuasaan yang dipertontokan elit sejatinya dia kabur dari posisi yang sebenarnya, bahwa elit tidak menyukai keramaian.


Tidak ada sesuatu yang jelas dan pasti dalam kekuasaan. Saya sepakat kepada Imam Al-Mawardi (991-1058), sebab timbulnya kekuasaan merupakan kontrak sosial atau perjanjian atas dasar suka rela antara ahlul halli wal 'aqdi (ahlu al-hiyar atau para pemilih) dengan pemimpin (Kepala Negara) yang dipilih. Sebagai konsekuensinya, maka lahirlah kewajiban dan hak bagi kedua belah pihak atas dasar timbal balik.


Lalu bagaimana kita melihat sebuah kemenangan politik pemilu bisa memutus takdir dan hitungan publik yang tiarap karena border informasi dan akses lalu seolah aspirasi dioperasikan dengan tangan gelap oleh aktor pembuat kebijakan?


Kita melihat bagaimana tangan gelap mencoba menggapai kain penutup agar publik amnesia dengan segala kamuflase gerakan politik kotor. Mereka lupa ada lencana abadi yang menempel dari gerak kekuasaan yakni hedonisme dan keponggahan. Seseorang bahkan dengan jumawa mendklarasikan kemenangan tanpa harus patuh dengan lembaga yang mereka bentuk sendiri yakni KPU.


Lewat kekuatan media massa dan gerombolan massa, alat kekuasaan dibungkus dan dibela. Suatu perkejaan yang melelahkan dan menguras anggaran rakyat. Mereka tidak begitu peduli jebolnya APBN negara atau defisit bayar hutang luar negeri yang membengkak. Keponggahan ini terang dan telanjang, bahkan dirasakan nurani tanpa harus berpura-pura menjadi si buta meraba belalai gajah.


Tidak Samar


Negara kita hari-hari ini disandera tiga dagelan. Pertama; sejumlah individu bermasalah mengibar-ngibarkan diri sebagai tokoh di panggung politik, didukung aneka entitas bertopeng warna-warni. Kedua; para koruptor kakap makin pandai berkilah dan makin hebat berkongkalikong dengan banyak pihak hingga makin sulit diseret ke penjara. Ketiga; di arena drama nasional konflik penjahat lawan bandit dalam perebutan uang dan kuasa terus terjadi, dimanipulasi seolah-olah menjadi konflik si baik lawan si jahat, manakala tidak ada tokoh protagonis di dalamnya. 


Tiga dagelan itu mulai bergulir sejak Soeharto lengser dan makin seru pada hari-hari ini. Maka lahirlah tiga malapetaka. Pertama; nalar sehat digiring menjadi lumpuh. Kedua; sikap pikir rakyat dibuat macet hingga hanya mampu menonton perang topeng tanpa bangkit kesadaran untuk membuka topeng-topeng itu. Ketiga; rakyat terus-menerus dimanipulasi, lelah terperangkap dalam banyak isu tetek-bengek, dan tak bisa fokus menghadapi soal-soal mendasar kenegaraan. 


Artinya, negara kita saat ini terpuruk dalam tragedi karena kelengahan dan kebodohan kita sendiri. Kita lengah sehingga taktik tatanan kekuasaan berhasil mengecoh seluruh sektor kehidupan. Kita bodoh sehingga manipulasi media mengecoh publik hingga kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi ruwet.

 

Artinya, siapa saja bisa melakukan apa saja menuju peradaban yang makin tidak bermutu. Jadi, jangan lagi lengah dan jangan membiarkan diri tetap bodoh. Kita harus lebih waspada pada manipulasi tatanan kekuasaan dan mempercerdas diri menghadapi manipulasi media. Ini sukar sekali tapi harus dilakukan. Syarat utama pelaksanaannya adalah terus-menerus fokus pada persoalan-persoalan mendasar sesungguhnya yang memanipulasi negara kita.


Taktik Goltah


Golongan Entah (Goltah) adalah individu-individu, agen, sindikat dan sejenisnya yang membebek jadi budak ideologi “ultrakanan ekonomi neoliberal pasar bebas kapitalisme global” yang harus ditolak. Mengapa? Sebab ia bertentangan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pancasila) yang telah dijabarkan Bung Karno dalam sosialisme ala Indonesia, yakni sistem sosialis yang memberi tempat pada “kapitalisme rakyat”. 


Maka seluruh rakyat Indonesia hendaknya bersatu melawan ’’golongan entah’’ sebagai musuh bersama. Ideologi “ultrakanan ekonomi neoliberal pasar bebas kapitalisme global” harus dilawan sebab itu jenis kapitalisme paling kasar yang mendewakan kapital atau uang di atas segalanya. Ia tidak peduli pada semua jenis moral kerakyatan. 


Dengan mengutamakan akumulasi keuntungan demi pemupukan modal, ia tergantung dari kontrol absolut para pemilik modal besar. Maka para kapitalis menjadi penentu apa saja, termasuk mendikte beleid pemerintah sehingga selalu hanya menguntungkan kaum kaya ketimbang demi kesejahteraan rakyat luas. Ia menjajah pasar, merusak etika pasar, tidak memungkinkan persaingan yang adil di antara seluruh pelaku pasar ekonomi rakyat. Ia juga tidak mungkin menjadi malaikat bagi kaum buruh yang tetes keringatnya dalam proses produksi tidak pernah dihitung sebagai bagian intrinsik modal selain sebagai sekrup industri. 


Terpenting, “ultrakanan ekonomi neoliberal pasar bebas kapitalisme global” adalah ideologi jahat (untuk mengetahui kejahatannya generasi muda harus tekun mempelajari sejarah dunia kiri dan sejarah dunia kanan secara seimbang) yang akan terus memantapkan eksistensinya. Maka ia masuk politik dan di negara kita terus mempoduksi topeng-topeng kekuasan yang merusak demokrasi rakyat. 


Untuk menjadi lurah, bupati, wali kota, gubernur, dan presiden, kita harus didukung para kapitalis; dari lurah sampai presiden, siapa di negara kita saat ini yang bisa terpilih tanpa uang? Berapa anggota DPRD, DPD, dan DPR yang berhasil menduduki posnya tanpa dukungan uang? Bendera partai-partai apa di Indonesia yang bisa berkibar-kibar tanpa dukungan uang? Kapan topeng-topeng itu dibuka sehingga tampak wajah sebenarnya?


Penulis:

Melqy Mochamad

(Penikmat Masalah Sosial)


Leave a Comment
logo-img Komunalis

All Rights Reserved © 2025 Komunalis